Follow Me

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 03 Oktober 2016

KUNJUNGAN WISATA MUSEUM ALKITAB “LAI”


KUNJUNGAN WISATA MUSEUM ALKITAB “LAI”



Di sini aku akan bercerita atau lebih tepatnya sharing tentang kunjunganku ke Museum Alkitab LAI tepatnya saat itu hari senin, 7 Juli 2014. Pada saat itu di Gerejaku mengadakan kunjungan wisata ke Museum Alkitab LAI khusus pemuda dan pemudi untuk menambah wawasan tentang kerohanian kami. Biaya tiket masuknya sangat murah, cukup 3000 per orang. Tetapi karena kami jumlahnya banyak jadi kami menggunakan Paket Wisata Alkitab. Kami berangkat pukul 7.00 pagi dari tempat kami dan dengan kendaraan beroda empat kami hingga tiba disana pukul 10.00. 
Setelah kami sampai di Museum Alkitab LAI tepatnya di Jl. Salemba Raya No. 12, kami pun disambut oleh petugas Museum Alkitab LAI. Kami beranjak masuk dan kami melihat paling depan ada Alkitab yang berukuran sangat besar. Sesuai namanya, tentu saja maskot di Museum Alkitab adalah alkitab. Yang ini jelas bukan alkitab biasa. Koleksi Museum Alkitab yang satu itu tergolong paling istimewa karena berukuran terbesar di dunia, yakni 208 cm x 147 cm dalam keadaan terbuka. Pada 2010 lalu Museum Rekor Indonesia (MURI) pernah mencatatnya, kata petugas itu berkata kepada kami. Kami pun melanjutkan untuk menyusuri museum ini sambil dibimbing dan dijelaskan oleh petugas Museum Alkitab LAI. 
Di sana ada banyak sekali alkitab-alkitab yang berbeda-beda versi bahasa dan berbeda beda ukuran dari yang paling besar tadi sampai yang sangat paling kecil. Dan lebih kerennya lagi ada juga alkitab-alkitab yang terjemahannya bahasa daerah di Indonesia, seperti bahasa sunda, jawa, batak, dan lainnya. Kami pun melihat banyak lukisan-lukisan, ada juga peninggalan bebatuan, kain-kain, tulisan dan ukiran, alat musik seperti sangkakala dan lainnya, kayu-kayu, dan lainnya. 
Koleksi Museum Alkitab disusun secara kronologis. Koleksi tertua berupa tablet tanah liat dengan tulisan Cuneiform (huruf paku). Artefak ini berasal dari kebudayaan Sumeria, memberi informasi bahwa masyarakat Sumeria telah mengenal sistem tulisan. Sistem tulisan tersebut kemudian dipakai dalam Alkitab. Koleksi lain yang cukup tua berupa Perjanjian Baru Yunani keluaran 1588. Koleksi ini berukuran 7,3 cm x 5 cm. Ada lagi Alkitab berbahasa Arab dan Perjanjian Baru tulisan tangan Bode. Bode adalah seorang penerjemah Alkitab Melayu. Ada pun koleksi unik lain berupa tulisan super mini doa Bapa Kami dalam enam bahasa. Doa tersebut ditulis sangat kecil pada kertas berukuran 3 ½ mm x 3 ½ mm x 2 mm. Koleksi tersebut diperoleh dari Museum Gutenberg beberapa tahun lalu. Juga Rembrandt Bijbel, koleksi berukuran 23 cm x 14,5 cm tersebut, juga bisa disaksikan di Museum Alkitab LAI ini. Rembrandt Bijbel terdiri atas dua jilid, yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Penerbitnya adalah Hugo Schmidt Verlag Munchen pada 1931. Banyak informasi kealkitaban lain terdapat di museum ini, misalnya tentang sejarah komunikasi dan penulisan, perkembangan sistem tulisan, hingga sejarah penulisan Alkitab. Ada juga informasi sejarah penerjemahan Alkitab di Indonesia (1629-1813), Lembaga Alkitab Jawa (1814), dan Lembaga Alkitab Indonesia (1954). Yang unik, Alkitab-Alkitab beraksara Bugis dan Madura bisa dilihat di sini. Demikian juga Alkitab dalam berbagai bahasa di Nusantara.
Setelah cukup lama berputar mengelilingi gedung yang luas ini akhirnya kami dibawa ke satu ruangan, kami duduk disana dan ada beberapa kuis pertanyaan untuk kami, dan yang dapat menjawab mendapat hadiah salah satunya mendapat alkitab. Tetapi sayangnya aku tidak mendapatkannya. Setelah acara kuis selesai kami pun dibawa kembali ke Perpustakaan Museum Alkitab LAI. Cukup luas dan banyak sekali buku juga sangat rapi dan bersih, dan yang lebih enaknya lagi yaitu ada wifi gratis.
Pendirian Museum Alkitab LAI ini sangat membantu umat Kristiani dan masyarakat umum yang membutuhkan informasi di bidang biblika atau kealkitaban. Museum ini terbuka untuk anak-anak hingga orang dewasa. Kehadirannya ditujukan untuk memudahkan masyarakat dalam mempelajari sejarah Alkitab dan kebudayaan masyarakat pada masa penulisan Alkitab, dengan cara yang mudah, santai, dan menyenangkan.
Setelah kami puas menelusuri gedung yang yang luas ini, kami pun beranjak kembali untuk pulang. Tak lupa kami membeli beberapa oleh-oleh souvenir untuk kenang-kenangan. Ini adalah momen yang sangat indah bagi kami untuk menambah ilmu kerohanian kami sebagai umat Kristiani dan menambah wawasan bagi kami. Sekian ceritaku tentang kunjungan ke Museum Alkitab LAI.


Sabtu, 01 Oktober 2016

TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH


TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH



Tapak Suci sebagai salah seni beladiri pencak silat Indonesia yang memiliki ciri khas yang bisa menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas tersebut dikembangkan melalui proses panjang dalam akar sejarah yang dilaluinya. “Tapak Suci Putera Muhammadiyah” atau disingkat Tapak Suci, adalah sebuah aliran, perguruan, dan organisasi pencak silat yang merupakan anggota IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Tapak Suci berasas Islam, bersumber pada Al Qur'an dan As-Sunnah, berjiwa persaudaraan, berada di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi otonom yang ke-11. Tapak Suci berdiri pada tanggal 10 Rabiul Awal 1383 H, atau bertepatan dengan tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta. Motto dari Tapak Suci adalah "Dengan Iman dan Akhlak saya menjadi kuat, tanpa Iman dan Akhlak saya menjadi lemah".
Berawal dari aliran pencak silat Banjaran di Pesantren Binorong Banjarnegara pada tahun 1872, aliran ini kemudian berkembang menjadi perguruan seni bela diri di Kauman Yogyakarta karena perpindahan guru (pendekarnya), yaitu KH. Busyro Syuhada, akibat gerakan perlawanan bersenjata yang dilakukannya sehingga ia menjadi sasaran penangkapan yang dilakukan rezim colonial Belanda. Di Kauman inilah pendekar KH. Busyro Syuhada mendapatkan murid-murid yang tangguh dan sanggup mewarisi keahliannya dalam seni pencak silat.
Perguruan seni pencak sitat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi nama Perguruan Cikauman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.A Wahib dan Pendekar A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh dari KH. Busyro Syuhada. Perguruan ini memiliki landasan agama dan kebangsaan yang kuat. Perguruan ini menegaskan seluruh pengikutnya untuk bebas dari syirik (menyekutukan Tuhan) dan mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama dan bangsa. Perguruan Cikauman banyak melahirkan pendekar-pendekar muda yang akhirnya mengembangkan cabang perguruan untuk memperluas jangkauan yang lebih luas dengan nama Perguruan Seranoman pada tahun 1930.
Perkembangan kedua perguruan ini semakin hari semakin pesat dengan pertambahan murid yang cukup banyak. Murid-murid dari perguruan ini kemudian banyak menjadi anggota Angkatan Perang Sabil (APS) untuk melawan penjajah, dan banyak yang gugur dalam perlawanan bersenjata. Lahirnya pendekar-pendekar muda basil didikan perguruan Cikaumandan Seranoman memungkinkan untuk mendirikan perguruan-perguruan baru, yang diantaranya ialah Perguruan Kasegu pada tahun 1951. Atas desakan murid-murid dari perguruan Kasegu inilah inisiatif untuk menggabungkan semua perguruan silat yang sealiran dimulai. Pada tahun 1963, desakan itu semakin kuat, namun mendapatkan tentangan dari para ulama Kauman dan para pendekar tua yang merasa terlangkahi. Dengan pendekatan yang intensif dan dengan pertimbangan bahwa harus ada kekuatan fisik yang dimiliki umat Islam menghadapi kekuatan komunis yang melakukan provokasi terhadap umat Islam, maka gagasan untuk menyatukan kembali kekuatan-kekuatan perguruan yang terserak ke datam satu kekuatan perguruan dimulai. Seluruh perangkat organisasional dipersiapkan, dan akhirnya disepakati untuk menggabungkan kembali kekuatan-kekuatan perguruan yang terserak ke datam satu kekuatan perguruan, yaitu mendirikan perguruan Tapak Suci pada tanggal 31 Juli 1960 yang merupakan keberlanjutan sejarah dari perguruan-perguruan sebelumnya.
Pada perkembangan selanjutnya, perguruan Tapak Suci akhirnya berkembang di Yogyakarta dan daerah- daerah lainnya. Setelah meletusnya pemberontakan G30S/PKI, pada tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada saat itulah berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1967, Tapak Suci Putera Muhammadiyah ditetapkan menjadi organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah, karena Tapak Suci Putera Muhammadiyah juga mampu dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah. 
Adapun jurus-jurus Tapak Suci. Sebelum resmi berdiri, jurus-jurus khas Tapak Suci pada awalnya diberi nama dengan nomor, seperti Jurus 1, 2, dst. Setelah Tapak Suci dideklarasikan pada tahun 1963, jurus-jurus itu diberi nama dengan nama-nama flora dan fauna. Dasar penamaan ini agar senantiasa mengingat kebesaran Allah yang berkuasa menciptakan segala mahluk. Selain itu hal ini mengandung arti bahwa jurus Tapak Suci yang kosong akan sama halnya dengan tumbuhan dan hewan, yang hanya memiliki naluri dan hawa nafsu, tanpa memiliki akal dan budi pekerti, tanpa memiliki Iman dan Akhlak. Terdapat delapan jurus khas di dalam Tapak Suci, yaitu Jurus Mawar, Jurus Katak, Jurus Naga, Jurus Ikan Terbang, Jurus Lembu, Jurus Rajawali, Jurus Merpati, Jurus Harimau. Kedelapan Jurus ini diaplikasikan untuk Permainan Tangan Kosong maupun Bersenjata, baik untuk kegunaan olahraga, seni, maupun beladiri. Setiap Jurus ini memiliki sikap awal, yaitu sikap awal pesilat yang mendahului setiap permainan jurus. 
Senjata khas Tapak Suci adalah Senjata Segu (Serba Guna), yang diciptakan oleh Pendekar M.Barie Irsjad, belafaz "Muhammad". Sebagai perguruan yang melestarikan seni budaya bangsa yang luhur, Tapak Suci merupakan perguruan pencak silat yang juga melestarikan seni beladiri bersenjata. Teknik permainan senjata ini dilestarikan dan dikembangangkan masing-masing oleh para anggota Tapak Suci di pusat maupun di daerah.
Arti makna dalam lambang Tapak Suci diantaranya:
·     Bentuk bulat : Bertekad Bulat
·     Berdasar biru : Keagungan
·     Bertepi hitam : Kekal dan abadi melambangkan sifat ALLAH SWT
·     Bunga Mawar : Keharuman
·     Warna Merah : Keberanian
·     Daun Kelopak hijau : Kesempurnaan
·     Bunga Melati Putih : Kesucian
·     Jumlah Sebelas : Rukun Islam dan rukun Iman
·     Tangan Kanan Putih : Keutamaan
·     Terbuka : Kejujuran
·     Berjari Rapat : Keeratan
·     Ibu jari tertekuk : Kerendahan Hati
·     Sinar Matahari Kuning : Putera Muhammadiyah
Keseluruhan lambang tersimpul dengan nama "TAPAK SUCI", yang mengandung arti: Bertekad bulat mengagungkan asma ALLAH Subhanahuwata’ala, kekal dan abadi. Dengan keberanian menyerbakkan keharuman dengan sempurna. Dengan Kesucian menunaikanRukun Islam dan Rukun Iman. Mengutamakan keeratan dan kejujuran dengan rendah hati.
Terdapat tiga kategori tingkatan dalam perguruan Tapak Suci, diantaranya:
·     Siswa Dasar (Putih Polos)
·     Siswa Satu (Kuning)
·     Siswa Dua (Kuning Melati Cokelat Satu)
·     Siswa Tiga (Kuning Melati Cokelat Dua)
·     Siswa Empat (Kuning Melati Cokelat Tiga)
·     Siswa Lima (Kuning Melati Cokelat Empat)
·     Kader Dasar (Biru Polos)
·     Kader Muda (Biru Melati Merah Satu)
·     Kader Madya (Biru Melati Merah Dua)
·     Kader Kepala (Biru Melati Merah Tiga)
·     Kader Utama (Biru Melati Merah Empat)
·     Pendekar Muda (Hitam Melati Merah Satu)
·     Pendekar Madya (Hitam Melati Merah Dua)
·     Pendekar Kepala (Hitam Melatih Merah Tiga)
·     Pendekar Utama (Hitam Melati Merah Empat)
·     Pendekar Besar (Hitam Melati Merah Lima)
Dalam setiap evaluasi akhir anggota berupa Ujian Kenaikan Tingkat, Tapak Suci menerapkan aturan tentang Karya Tulis. Ini berlaku mulai dari tingkat Kader sampai dengan Pendekar. Karya Tulis menjadi syarat yang wajib dipenuhi oleh anggota yang akan menempuh evaluasi akhir tiap tingkat. Tradisi karya tulis ini sendiri sudah dimulai sejak Tapak Suci berdiri pada tahun 1963, dan tetap dipertahankan sampai sekarang. Dengan Karya Tulis ini Tapak Suci mendorong para kadernya untuk menggali dan menampilkan seni beladiri sebagai sebuah ilmu pengetahuan, yang rasional, dan ilmiah. Selain bentuk karya tulis, para anggota juga dituntut memiliki Karya Nyata. Dari ilmu pengetahuan dihasilkanlah keterampilan. Dari keterampilan itu diwujudkanlah seni. Dengan seni itulah, diharapkan orang menjadi terampil dalam beramal.




TARI JAIPONG BUDAYA KHAS JAWA BARAT


TARI JAIPONG BUDAYA KHAS JAWA BARAT





Mungkin tarian Jaipong ini sudah tak asing lagi bagi masyarakat indonesia khususnya jawa barat.Tari Jaipong atau biasa disebut Jaiipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Karawang yaitu H Suanda dan dibawa ke Bandung oleh seniman asal Bandung yaitu Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
Sejarah Tari Jaipong
Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976 di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, di tandai dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP dengan instrument sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih. Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie label) jaipongan mulai didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat, selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat. Posisi Jaipongan pada saat itu menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat, topeng banjet, ketuk tilu, tarling dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.
Mungkin diantara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah belum mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang. Lahir sejak tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke Bandung oleh seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat rekaman. Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang bagus malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain musik). Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni tari Jaipong bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang”. Tari ini dibawa ke kota Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerakbukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputirebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalamTopeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
Perkembangan Tari Jaipong
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipongan pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.
Bentuk Penyajian yang Khas
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor). 
Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten. Dari taritarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi, Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.