FENOMENA
KETURUNAN CINA DI INDONESIA
Hampir semua angkatan
sekitar tahun 1960-an sampai dengan 1990-an WNI Keturunan Tionghoa di Indonesia
saat ini sama sekali tidak bisa berbahasa Tionghoa. Ini adalah sedikit dari
dampak kebijakan pemerintahaan rezim Soeharto yang sangat rasialis, yang berupaya
memusnahkan budaya Tionghoa dari muka bumi Nusantara dengan berbagai macam
produk peraturan yang dibuatnya. Dengan alasan untuk membendung arus komunisme
pasca penumpasan PKI dengan G30S-nya.
Soeharto yang
mengkudeta Soekarno dengan cara tak langsung itu mulai menerapkan banyak
peraturan yang isinya melarang semua budaya yang berasal dari Tiongkok.
Termasuk agama, bahasa, huruf dan adat-istiadatnya. Sasarannya adalah semua
orang Tionghoa di Indonesia tanpa kecuali. Seolah-olah semua Tionghoa itu identik
dengan komunis atau berpotensi besar sebagai pembawa ajaran komunis. Padahal
fakta berbicara lain, bahwa sebagian besar WNI Tionghoa adalah pedagang.
Sedangkan komunisme tidak menolerir perdagangan yang memperkaya
individu-individunya. Juga fakta bahwa banyak WNI Tionghoa yang beragama, baik
itu Kristen, Kong Hu Cu, Budha, maupun Islam. Begitu phobia-nya Soeharto, atau
begitu antinya dia terhadap semua hal yang bernuansa Tionghoa, sampai-sampai
agama Kong Hu Cu pun digolongkan sebagai ajaran yang tidak diakui dan
gerak-geriknya diawasi negara.
Kebijakan pemerintah
rezim Soeharto yang antisemua yang berunsur Tionghoa – kecuali uangnya itu –
baru berakhir ketika Soeharto berhasil dipaksa turun dari tahtanya, dan
dimulainya era reformasi. Diawali dengan kebijakan yang dilakukan oleh Presiden
Abdurrachman Wahid (Gus Dur) yang mencabut semua peraturan pemerintah yang
melarang dan atau membatasi pengekspresian budaya dan adat-istiadat Tionghoa,
mengakui eksistensi agama Kong Hu Cu, menyatakan Imlek sebagai hari libur
fakulatif (1999), yang kemudian diikuti oleh Presiden Megawati yang meneruskan
kebijakan Gus Dur tersebut, dan menyatakan Imlek sebagai hari libur resmi
nasional (2003). Dalam sejarah dunia, hanya Indonesia sajalah satu-satunya negara
yang secara formal sistematis melalui peraturan-peraturan negara yang resmi
melarang suatu budaya dan agama mengekspresikan dirinya secara bebas.
Sedemikian ketat dan kerasnya sampai mempersamakan pelanggaran dari larangan
tersebut sama dengan tindak pidana kejahatan terhadap negara.
0 komentar:
Posting Komentar